December 18, 2016

Meeting Old Friends...

ilustrasi freepik

Meeting old friends is like travelling back to where i  was at that particular time.. Look at how we acted like d only people in the room, when there was like tens of people behind camera...
haaaa...  4 years keeping in touch as if Ahjumma was never away.. See you again next time old friends.. :)
A few more should also be in d picture... :) and Ahumma misses them sooooo very much... maybe next time we'll definitely get together..InshaAllah


October 27, 2016

Ananda sulit diajak Shalat ?

Designed by rawpixel.com / Freepik
ANANDA SULIT DIAJAK SHOLAT ?

Yuk, Simak Tips Berikut

Bunda : “Kita sholat apa sekarang, Sayang…?”
Ananda : “Ashar, Bundaaa….”
Bunda : “Kenapa anak bunda perlu sholat ya…?”
Ananda : “Supaya bisa dapat tiket ke sorga, Bundaaa…”

Demikian serunya dialog persiapan sholat Ashar di Program Full Day TK Alifa Kids

Ayah Bunda,
Usia kanak-kanak adalah tahapan ‘pengenalan’  terhadap hal-hal baru yang kelak berguna untuk masa depannya. Karena masih dalam tahap mengenal, maka dibutuhkan konsistensi/ ketekunan dalam prosesnya, sehingga dapat melahirkan pemahaman dan berbuah kesadaran.

Demikian juga dalam hal Sholat dan ibadah lainnya. Jika ternyata Ananda sulit untuk diajak melaksanakan Sholat, beberapa tips berikut dapat Ayah Bunda coba.

1. Ajak ananda untuk sholat berjama’ah di rumah, misalnya saat magrib dan isya. Anak-anak belajar dengan mencontoh, mereka melakukan apa yang mereka lihat, dan orang tua adalah kunci/ panutan mereka.

2. Saat santai, temani ananda dengan cerita kenapa kita perlu sholat. Sebaiknya hindari kata-kata yang menakutkan (neraka), karena kemampuan anak-anak mencerna informasi belum sebaik orang dewasa. Tentunya Ayah Bunda setuju bahwa ajaran agama mestinya dikenalkan agar muncul kecintaan, bukan ketakutan.

3. Bila suatu kali ananda enggan diajak sholat, tak perlu dimarahi. Ayah Bunda dapat memberi nasehat dengan menyentuh hatinya.
“Sayang, Allah sudah kasi tubuh yang sehat, wajah yang cantik kepada ananda… yuk kita sholat, sampaikan terimakasih pada Allah… Ananda lihat Ayah Bunda bekerja…? Nah, itu karena Allah yang kasi untuk keluarga kita… Ananda ingat kemarin kita bisa beli mainan..? Nah itu juga dari Allah uangnya, Allah titipkan ke kantor Ayah Bunda, supaya keluarga kita bisa cukup rezekinya…”

4. Sediakan waktu untuk bersama-sama mencari buku atau cerita tentang keutamaan sholat, sampaikan kepada mereka dengan bahasa yang sederhana, sebisa mungkin visual (nampak).

5. Sesekali ajaklah ananda ke panti asuhan atau memperhatikan anak sebayanya yang tak seberuntung ia (sambil memberikan santunan), ceritakan betapa Allah Maha Baik, telah memberikan kebaikan yang banyak bagi keluarga Ayah Bunda.

Ayah Bunda,
Semoga dengan menyentuh hatinya, mengajarkan syukur atas apa yang ananda sudah miliki, kelak bisa menjadi pondasi terbangunnya kesadaran dan kecintaan kepada agama dan dengan senang hati mau beribadah… Pastikan setiap kali ajakan dan nasehat yang diberikan kepada Ananda disampaikan dengan suara yang lembut, tanpa bentakan ya, Ayah Bunda…

Selamat mencoba ya, Ayah Bunda…
Kemampuan kita bersyukur kepada pemberian Tuhan akan mendatangkan tambahan kasih sayangNYA (nikmat dariNYA)…

Silakan diShare jika bermanfaat ya, Ayah Bunda..

====

October 23, 2016

Wanita yang kematiannya disambut para malaikat

Ilustrasi

Wanita yang Kematiannya Disambut Para Malaikat

Muslimahzone.com – Kisah ini mungkin telah sering kita dengar. Namun, sekedar mengingatkan kembali tentang perjuangan wanita mulia ini, semoga dapat mengembalikan ghirah kita untuk juga bisa menteladani beliau, wanita yang ‘berhati baja’.

Nusaibah Binti Ka’ab radhiyallahu anha, namanya tercatat dalam tinta emas penuh kemuliaan. Bahkan kematiannya mengundang ribuan malaikat untuk menyambutnya.

Hari itu Nusaibah sedang berada di dapur. Suaminya, Said sedang beristirahat di bilik tempat tidur. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh bagaikan gunung-gunung batu yang runtuh. Nusaibah menerka, itu pasti tentara musuh. Memang, beberapa hari ini ketegangan memuncak di kawasan Gunung Uhud. Dengan bergegas, Nusaibah meninggalkan apa yang sedang dilakukannya dan masuk ke bilik. Suaminya yang sedang tertidur dengan halus dan lembut dikejutkannya.

Suamiku tersayang", Nusaibah berkata, “Aku mendengar pekik suara menuju ke Uhud. Mungkin orang-orang kafir telah menyerang.”

Said yang masih belum sadar sepenuhnya, tersentak. Dia menyesal mengapa bukan dia yang mendengar suara itu. Malah isterinya. Dia segera bangun dan mengenakan pakaian perangnya. Sewaktu dia menyiapkan kuda, Nusaibah menghampiri. Dia menyodorkan sebilah pedang kepada Said.

Suamiku, bawalah pedang ini. Jangan pulang sebelum menang.

Said memandang wajah isterinya. Setelah mendengar perkataannya itu, tak pernah ada keraguan padanya untuk pergi ke medan perang. Dengan sigap dinaikinya kuda itu, lalu terdengarlah derap suara langkah kuda menuju ke utara. Said langsung terjun ke tengah medan pertempuran yang sedang berkecamuk. Di satu sudut yang lain, Rasulullah melihatnya dan tersenyum kepadanya. Senyum yang tulus itu semakin mengobarkan keberanian Said.

Di rumah, Nusaibah duduk dengan gelisah. Kedua anaknya, Amar yang baru berusia 15 tahun dan Saad yang dua tahun lebih muda, memperhatikan ibunya dengan pandangan cemas. Ketika itulah tiba-tiba muncul seorang penunggang kuda yang nampaknya sangat gugup.

Ibu, salam dari Rasulullah,” berkata si penunggang kuda, “Suami Ibu, Said baru sahaja gugur di medan perang. Beliau syahid…

Nusaibah tertunduk sebentar, “Inna lillah…..” gumamnya, “Suamiku telah menang perang. Terima kasih, ya Allah.”

Setelah pemberi kabar itu meninggalkan tempat, Nusaibah memanggil Amar. Ia tersenyum kepadanya di tengah tangis yang tertahan,

Amar, kaulihat Ibu menangis?.. Ini bukan air mata sedih mendengar ayahmu telah Syahid. Aku sedih karena tidak memiliki apa-apa lagi untuk diberikan pagi para pejuang Nabi. Maukah engkau melihat ibumu bahagia?”

Amar mengangguk. Hatinya berdebar-debar.

Ambillah kuda di kandang dan bawalah tombak. Bertempurlah bersama Nabi hingga kaum kafir terhapus.”

Mata Amar bersinar-sinar. “Terima kasih, Ibu. Inilah yang aku tunggu sejak dari tadi. Aku ragu, seandainya Ibu tidak memberi peluang kepadaku untuk membela agama Allah.”

Putera Nusaibah yang berbadan kurus itu pun terus menderapkan kudanya mengikut jejak sang ayah. Tidak terlihat ketakutan sedikitpun dalam wajahnya. Di hadapan Rasulullah, ia memperkenalkan diri.

“Ya Rasulullah, aku Amar bin Said. Aku datang untuk menggantikan ayahku yang telah gugur.”

Rasul dengan terharu memeluk anak muda itu. “Engkau adalah pemuda Islam yang sejati, Amar. Allah memberkatimu….”

Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung hingga petang. Pagi-pagi seorang utusan pasukan Islam berangkat dari perkemahan di medan tempur, mereka menuju ke rumah Nusaibah.

Setibanya di sana, wanita yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita, “Ada kabar apakah gerangan?..” serunya gemetar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, “Apakah anakku gugur?..”

Utusan itu menunduk sedih, “Betul….

Inna lillah….” Nusaibah bergumam kecil. Ia menangis.
Kau berduka, ya Ummu Amar?..”

Nusaibah menggeleng kecil. “Tidak, aku gembira. Hanya aku sedih, siapa lagi yang akan kuberangkatkan?.. Saad masih kanak-kanak.”

Mendengar itu, Saad yang sedang berada tepat di samping ibunya, menyela, “Ibu, jangan remehkan aku. Jika engkau izinkan, akan aku tunjukkan bahwa Saad adalah putera seorang ayah yang gagah berani.”

Nusaibah terperanjat. Ia memandang puteranya. “Kau tidak takut, nak?..”

Saad yang sudah meloncat ke atas kudanya menggeleng, yakin. Sebuah senyum terhias di wajahnya. Ketika Nusaibah dengan besar hati melambaikan tangannya, Saad hilang bersama utusan tentara itu.

Di arena pertempuran, Saad betul-betul menunjukkan kemampuannya. Pemuda berusia 13 tahun itu telah banyak menghempaskan nyawa orang kafir. Hingga akhirnya tibalah saat itu, yakni ketika sebilah anak panah menancap di dadanya. Saad tersungkur mencium bumi dan menyerukan, “Allahu Akbar!..

Kembali Rasulullah memberangkatkan utusan ke rumah Nusaibah.

Mendengar berita kematian itu, Nusaibah meremang bulu tengkuknya. “Hai utusan,” ujarnya, “Kau saksikan sendiri aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diriku yang tua ini. Untuk itu izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang.”

Sang utusan mengerutkan keningnya. “Tapi engkau wanita, ya Ibu….

Nusaibah tersinggung, “Engkau meremehkan aku karena aku wanita?.. Apakah wanita tidak ingin pula masuk ke Syurga melalui jihad?..”

Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas menghadap Rasulullah dengan mengendarai kuda yang ada.

Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nusaibah. Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum.

Nusaibah yang dimuliakan Allah. Belum masanya wanita mengangkat senjata. Untuk sementara engkau kumpulkan saja obat-obatan dan rawatlah tentara yang luka-luka. Pahalanya sama dengan yang bertempur.

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun segera menenteng obat-obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur.

Dirawatnya mereka yang mengalami luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk dan memberi minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba rambutnya terkena percikan darah. Nusaibah lalu memandang. Ternyata kepala seorang tentara Islam tergolek, tewas terbabat oleh senjata orang kafir.

Timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman ini.

Apalagi ketika dilihatnya Rasulullah terjatuh dari kudanya akibat keningnya terserempet anak panah musuh. Nusaibah tidak dapat menahan diri lagi, menyaksikan hal itu.

Ia bangkit dengan gagah berani. Diambilnya pedang prajurit yang tewas itu.
Dinaiki kudanya. 
Lantas bagaikan singa betina, ia mengamuk.

Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa orang kafir pun tumbang.

Hingga pada suatu waktu ada seorang kafir yang mengendap dari arah belakang, dan langsung menebas putus lengan kirinya. Nusaibah pun terjatuh, terinjak-injak oleh kuda. Peperangan terus berjalan. Medan pertempuran makin menjauh, sehingga tubuh Nusaibah teronggok sendirian.

Tiba-tiba Ibnu Mas’ud menunggang kudanya, mengawasi kalau-kalau ada orang yang bisa ditolongnya. Sahabat itu, begitu melihat ada tubuh yang bergerak-gerak dengan susah payah, dia segera mendekatinya. Dipercikannya air ke muka tubuh itu.

Akhirnya Ibnu Mas’ud mengenalinya, “Isteri Said-kah engkau?..”

Nusaibah samar-sama memperhatikan penolongnya. Lalu bertanya, “Bagaimana dengan Rasulullah?.. Selamatkah baginda?..”


“Baginda Rasulullah tidak kurang suatu apapun…”

“Engkau Ibnu Mas’ud, bukan?.. Pinjamkan kuda dan senjatamu kepadaku….”

“Engkau masih terluka parah, Nusaibah….”

“Engkau mau menghalangi aku untuk membela Rasulullah?..”

Terpaksa Ibnu Mas’ud menyerahkan kuda dan senjatanya. Dengan susah payah, Nusaibah menaiki kuda itu, lalu menderapkannya menuju ke medan pertempuran. Banyak musuh yang dijungkirbalikkannya. Namun karena tangannya sudah buntung, akhirnya tak urung juga lehernya terbabat putus oleh sabetan pedang musuh.

Gugurlah wanita perkasa itu ke atas pasir. Darahnya membasahi tanah yang dicintainya.

Tiba-tiba langit berubah mendung, hitam kelabu. Padahal tadinya langit tampak cerah dan terang benderang. Pertempuran terhenti sejenak.

Rasul kemudian berkata kepada para sahabatnya,

“Kalian lihat langit tiba-tiba menghitam bukan?.. Itu adalah bayangan para malaikat yang beribu-ribu jumlahnya. Mereka berduyun-duyun menyambut kedatangan arwah Nusaibah, wanita yang perkasa.”

Subhanallah..
Allahu Akbar..
Allahu Akbar..
Allahu Akbar..

Tanpa pejuang sejati seperti dia, mustahil agama Islam bisa sampai dengan damai kepada kita yang hidup di jaman sekarang.

Semoga Allah ‘Azza Wa Jalla menempatkan mereka, dan kita semua di Syurga-Nya disamping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aamiin..

Apa yang telah kita perbuat untuk menegakkan Dienullah Islam ?

Kisah penuh inspiratif ini seharusnya dapat menggugah jiwa juang kita, agar tidak cengeng melepas anak -anak yang sedang berjuang. Kalo ingin anak menjadi kuat, maka kita harus menjadi ibu yang kuat terlebih dahulu.

https://www.muslimahzone.com/wanita-yang-kematiannya-disambut-para-malaikat/

October 22, 2016

Surat Cinta Tentang Shalat


 *Surat Cinta Tentang Shalat*
---------------------------------------------
Bila engkau anggap *shalat* itu hanya sebagai *penggugur kewajiban*, maka kau *akan terburu-buru mengerjakannya*.

Bila engkau anggap *shalat hanya sebagai sebuah kewajiban*, maka kau *tak akan menikmati hadirnya Allah* saat kau mengerjakannya.

Anggaplah *shalat itu pertemuan yang kau nanti dengan Tuhanmu*.

Anggaplah *shalat itu sebagai cara terbaik kau bercerita dengan Allah SWT*.

Anggaplah *shalat itu sebagai kondisi terbaik untuk kau berkeluh kesah* dengan Allah SWT.

Anggaplah *shalat itu sebagai seriusnya kamu dalam bermimpi*.

Bayangkan ketika "adzan berkumandang," *tangan Allah melambai kepadamu untuk mengajak kau lebih dekat denganNya*

Bayangkan ketika kau "takbir," *Allah melihatmu, Allah tersenyum untukmu dan Allah bangga terhadapmu*.

Bayangkanlah ketika "rukuk," *Allah menopang badanmu hingga kau tak terjatuh*, hingga kau merasakan damai dalam sentuhan-Nya.

Bayangkan ketika "sujud," Allah mengelus kepalamu. Lalu Dia berbisik lembut di kedua telingamu: *Aku  mencintaimu wahai hambaKu*."

Bayangkan ketika kau "duduk di antara dua sujud," Allah berdiri gagah di depanmu, lalu mengatakan: "Aku tak akan diam apabila ada yang mengusikmu."

Bayangkan ketika kau memberi "salam," *Allah menjawabnya, lalu kau seperti manusia berhati bersih setelah itu*.

MasyaAllah sungguh nikmat shalat yang kita lakukan*. Tidak akan sia-sia yang menyebarkannya, tidak akan rugi orang yang membacanya.

*Beruntunglah  orang-orang yang mengamalkannya*.

Barakallahu fiikum, Wassalamualaikum

*Maafkanlah aku ya Allah  yg tak pernah memperhatikan kesempurnaan sholatku*

October 8, 2016

Sleeve drafting from ikatbag.com

http://www.ikatbag.com/2014/03/subtelties-in-drafting-sleeves.html?m=1

Very informative...

August 27, 2016

20 Pertanyaan Keren Untuk Anak Sepulang Sekolah

20 Pertanyaan Keren Untuk Anak Sepulang Sekolah

Bertanya pada anak tentang kegiatan di sekolah mungkin tidak semudah yang dibayangkan. Seorang ayah mengisahkan bagaimana pertanyaan yang biasa dilontarkan banyak orangtua ternyata kurang efektif untuk menggali bagaimana anak berperilaku di kelas. Seperti beberapa orangtua yang lain, sang ayah bertanya, “Gimana sekolahnya hari ini?” dan menemukan jawaban yang sama dari sang anak yang duduk di bangku SMP, “Baik, Yah.”

Namun saat mengecek rapor daring (online) atau hadir dalam pertemuan dengan guru di sekolah, sang ayah mendapatkan gambaran yang jauh berbeda dari jawaban “baik” dari si anak. Meskipun secara umum nilai ulangannya bagus, ia sering luput mengumpulkan tugas tepat waktu, dan hal tersebut membuat prestasi akademiknya menurun.

Agar tidak kehabisan ide dalam bertanya seputar kegiatan anak di sekolah – dan tidak melulu menanyakan hal yang sama setiap hari – saya memutuskan untuk mencari berbagai pertanyaan keren yang digunakan para pendidik sekaligus orangtua sepulang anak sekolah. Liz Evans, seorang mantan guru, blogger, sekaligus ibu dari tiga anak menuliskan dua artikel berisi puluhan pertanyaan keren. Saya sendiri akan mencoba mencuplik 20 pertanyaan paling keren yang bisa Ayah Ibu tanyakan kepada anak sepulang sekolah.

  1. Siapa/apa yang membuatmu tertawa di sekolah hari ini?
  2. Siapa temanmu yang paling konyol di kelas? Mengapa ia konyol sekali?
  3. Apa tempat yang paling kamu sukai di sekolah?
  4. Di mana kamu paling sering menghabiskan waktu saat jam istirahat?
  5. Dengan siapa kamu bermain/beraktivitas di jam istirahat?
  6. Apa kata/cerita aneh yang kamu dengar hari ini?
  7. Apa topik yang sedang hangat dibicarakan oleh teman-temanmu?
  8. Siapa yang kamu bantu hari ini? Apa yang kamu lakukan untuk membantunya?
  9. Siapa yang membantumu hari ini? Apa yang dia lakukan untuk membantumu?
  10. Kalau bisa memilih, kamu ingin duduk sebangku dengan siapa?
  11. Kalau ada murid baru datang untuk bertukar tempat dengan salah satu temanmu di kelas, siapa teman yang kamu pilih untuk bertukar tempat dengan murid baru tersebut? Mengapa?
  12. Adakah temanmu yang absen hari ini? Apakah suasana kelas berubah tanpa dia?
  13. Jika besok kamu bisa belajar satu hal saja di kelas, apa pelajaran yang kamu pilih?
  14. Jika besok kamu bisa menjadi guru, topik/pelajaran apa yang ingin kamu ajarkan?
  15. Apa hal yang kamu tanyakan hari ini di kelas? Mengapa kamu menanyakannya?
  16. Jika kamu bisa mengubah hari ini ke dalam sebuah lagu, seperti apa kira-kira nadanya? Bernada gembira? Sedih? Datar-datar saja? Santai?
  17. Hal apa yang paling kamu nantikan hari ini di sekolah? Apakah hal tersebut terjadi/tidak? Bagaimana perasaanmu?
  18. Hal apa yang bisa lebih sering kamu lakukan di sekolah?
  19. Kegiatan apa yang mungkin tidak perlu kamu ulangi di sekolah?
  20. Kalau nanti gurumu datang ke rumah, kira-kira apa yang beliau ceritakan pada Ayah Ibu?

ada kutipan : orang cerdas dikenal dari jawaban-jawabannya sedangkan Orang bijak dikenal dari pertanyaan-pertanyaannya. Bagaimana  dengan anda ?

sumber : unknown


Urutan logika siklus nakalnya anak

Untuk segenap orang tua!.
Refleksi luar biasa dari Mas Agus Zainal Arifin (Dekan TI ITS dan penggagas tren sain tebuireng) bagi para orang tua maupun dosen/guru yang untuk sementara waktu berprofesi sebagai pengganti orang tua di rumah. Selamat menghayati dan mengamalkan (afs)

Urutan logika siklus nakalnya anak dengan tidak bijaknya orang tua itu begini:
* Karena anaknya nakal, maka orang tuanya murka.
* Karena orang tuanya murka, maka Tuhan juga murka.
* Karena Tuhan murka, maka tidak turun rahmat di rumah itu
* Karena tidak turun rahmat di rumah itu, maka keluarga itu akan banyak masalah.
* Karena keluarga itu banyak masalah, maka anaknya tidak merasakan kebahagiaan dan tidak nyaman, sehingga akan makin nakal.

Prinsip inti siklusnya sebenarnya masih pada orang tua, yakni:
* Ridlo Allah berada pada ridlonya orang tua.
* Murka Allah berada pada murkanya orang tua.

Maka strategi paling efisien untuk memutus rangkaian siklus itu, Insya Allah ada pada bagian awal, yakni mencegah orang tua murka. Bila orang tua segera menghadapi anaknya dengan kasih sayang dan tidak dengan kemurkaan, maka orang tua itu menunjukkan kepada Tuhan bahwa mereka berdua ridlo kepada anaknya. Tentu bukan ridlo terhadap kenakalannya, melainkan ridlo kepada diri anaknya.

Dengan memastikan ridlo kepada anak, maka orang tua akan dapat melakukan 3 tahap ini:
1.  Segera memaafkan anaknya, tidak memarahinya sama sekali, dan segera berusaha memahami situasi apa yang sedang dihadapi anaknya.
2. Segera menemui, berdialog, dan turut mendiskusikan solusi terbaik apa yang harus diambil oleh anak, orang tua, atau pihak lainnya, sambil terus mendoakannya.
3. Segera melupakan segala kesalahan anaknya tadi dan tidak mengungkit-ungkitnya kembali.

وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Bila kalian memaafkannya, menemuinya, dan melupakan kesalahannya, maka ketahuilah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS 64:14.

Dengan konversi murka menjadi ridlo, maka sekarang siklusnya jadi begini
* Suatu hari anak itu nakal. Orang tuanya segera melakukan 3 tahap itu dengan penuh kasih sayang, sebagai wujud keridloan mereka kepada anaknya.
* Karena orang tua anak itu ridlo, maka Tuhan meridloinya.
* Karena Tuhan meridloinya, maka rumah yang penuh ridlo itu dirahmati Tuhan.
* Karena rumah itu penuh rahmat Tuhan, maka keluarga itu penuh kasih sayang, sehingga jadi makin bahagia.
* Karena keluarga itu bahagia, maka anak tidak akan sempat lagi nakal, sebab setiap masalah hidupnya selalu segera mendapat solusi.

Jadi pada setiap kenakalan anak, (mohon maaf) lokasi perbaikannya sesungguhnya bukan pada anak, melainkan pada orang tuanya si anak.... semoga bermanfaat.

Urutan logika siklus nakalnya anak

Untuk segenap orang tua!.
Refleksi luar biasa dari Mas Agus Zainal Arifin (Dekan TI ITS dan penggagas tren sain tebuireng) bagi para orang tua maupun dosen/guru yang untuk sementara waktu berprofesi sebagai pengganti orang tua di rumah. Selamat menghayati dan mengamalkan (afs)

Urutan logika siklus nakalnya anak dengan tidak bijaknya orang tua itu begini:
* Karena anaknya nakal, maka orang tuanya murka.
* Karena orang tuanya murka, maka Tuhan juga murka.
* Karena Tuhan murka, maka tidak turun rahmat di rumah itu
* Karena tidak turun rahmat di rumah itu, maka keluarga itu akan banyak masalah.
* Karena keluarga itu banyak masalah, maka anaknya tidak merasakan kebahagiaan dan tidak nyaman, sehingga akan makin nakal.

Prinsip inti siklusnya sebenarnya masih pada orang tua, yakni:
* Ridlo Allah berada pada ridlonya orang tua.
* Murka Allah berada pada murkanya orang tua.

Maka strategi paling efisien untuk memutus rangkaian siklus itu, Insya Allah ada pada bagian awal, yakni mencegah orang tua murka. Bila orang tua segera menghadapi anaknya dengan kasih sayang dan tidak dengan kemurkaan, maka orang tua itu menunjukkan kepada Tuhan bahwa mereka berdua ridlo kepada anaknya. Tentu bukan ridlo terhadap kenakalannya, melainkan ridlo kepada diri anaknya.

Dengan memastikan ridlo kepada anak, maka orang tua akan dapat melakukan 3 tahap ini:
1.  Segera memaafkan anaknya, tidak memarahinya sama sekali, dan segera berusaha memahami situasi apa yang sedang dihadapi anaknya.
2. Segera menemui, berdialog, dan turut mendiskusikan solusi terbaik apa yang harus diambil oleh anak, orang tua, atau pihak lainnya, sambil terus mendoakannya.
3. Segera melupakan segala kesalahan anaknya tadi dan tidak mengungkit-ungkitnya kembali.

وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Bila kalian memaafkannya, menemuinya, dan melupakan kesalahannya, maka ketahuilah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS 64:14.

Dengan konversi murka menjadi ridlo, maka sekarang siklusnya jadi begini
* Suatu hari anak itu nakal. Orang tuanya segera melakukan 3 tahap itu dengan penuh kasih sayang, sebagai wujud keridloan mereka kepada anaknya.
* Karena orang tua anak itu ridlo, maka Tuhan meridloinya.
* Karena Tuhan meridloinya, maka rumah yang penuh ridlo itu dirahmati Tuhan.
* Karena rumah itu penuh rahmat Tuhan, maka keluarga itu penuh kasih sayang, sehingga jadi makin bahagia.
* Karena keluarga itu bahagia, maka anak tidak akan sempat lagi nakal, sebab setiap masalah hidupnya selalu segera mendapat solusi.

Jadi pada setiap kenakalan anak, (mohon maaf) lokasi perbaikannya sesungguhnya bukan pada anak, melainkan pada orang tuanya si anak.... semoga bermanfaat.

August 26, 2016

Jangan Mainkan Semua Peran

By  : Ibu Elly Risman
(Senior Psikolog dan Konsultan, UI)

Kita tidak pernah tahu, anak kita akan terlempar ke bagian bumi Allah yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri .

Jangan memainkan semua peran,
ya jadi ibu,
ya jadi koki,
ya jadi tukang cuci.

ya jadi ayah,
ya jadi supir,
ya jadi tukang ledeng,

Anda bukan anggota tim SAR!
Anak anda tidak dalam keadaan bahaya.
Tidak ada sinyal S.O.S!
Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya.

#Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi satu, "Sini...Ayah bantu!".

#Tutup botol minum sedikit susah dibuka, "Sini...Mama saja".

#Tali sepatu sulit diikat, "Sini...Ayah ikatkan".

#Kecipratan sedikit minyak
"Sudah sini, Mama aja yang masak".

Kapan anaknya bisa?

Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana,
Apa yang terjadi ketika bencana benar2 datang?

Berikan anak2 kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri.

Kemampuan menangani stress,
Menyelesaikan masalah,
dan mencari solusi,
merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki.

Dan skill ini harus dilatih untuk bisa terampil,
Skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!

Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan.

Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi,
tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak.

Tampaknya sepele sekarang...
Secara apalah salahnya kita bantu anak?

Tapi jika anda segera bergegas mnyelamatkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.

Sakit sedikit, mengeluh.
Berantem sedikit, minta cerai.
Masalah sedikit, jadi gila.

Jika anda menghabiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk IQ nya, maka habiskan pula hal yang sama untuk AQ nya.

AQ?
Apa itu?
ADVERSITY QUOTIENT

Menurut Paul G. Stoltz,
AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.

Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?

Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya.
Bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar2 tidak sanggup lagi.

So, izinkanlah anak anda melewati kesulitan hidup...

Tidak masalah anak mengalami sedikit luka,
sedikit menangis,
sedikit kecewa,
sedikit telat,
dan sedikit kehujanan.

Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan.
Ajari mereka menangani frustrasi.

Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel,
Apa yang terjadi jika anda tidak bernafas lagi esok hari?

Bisa2 anak anda ikut mati.

Sulit memang untuk tidak mengintervensi,
Ketika melihat anak sendiri susah, sakit dan sedih.

Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi,
Jadi melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua.

Tapi sadarilah,
hidup tidaklah mudah,
masalah akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan.
Melewati hujan, badai, dan kesulitan,
yang kadang tidak bisa dihindari.

Selamat berjuang untuk mencetak pribadi yg kokoh dan mandiri .....

https://ihei.wordpress.com/2016/08/09/jangan-mainkan-semua-peran/

June 2, 2016

Tujuh Hal Anu Ngabatalkeun Puasa

Dari tetangga:

Sakedap deui urang bade ngalakonan Puasa, peryogi di perhatos keun saurna... 
aya TUJUH HAL anu matak ngabatalkeun kana Puasa :

1. DIUK

Diuk di warung Padang tuluy mesen rendang, éta nu matak ngabatalkeun kana puasa, tapi lamun diukna ngan ukur ngobrol tuluy pesen téh manis, éta gé sarua batal puasana

2. LUMPAT

Lumpat tarik pisan ngajugjug Warteg tuluy pesen téh botol éta matak ngabatalkeun puasa, komo bari tuluy pesen mie rebus mah.

3. NGALUNGKEUN DUIT KENCRING

Ngalungkeun duit kencring bisa ngabatalkeun puasa, lamun pas dialungkeun ditéwak ku tukang céndol, tuluy ditukeuran ku és céndol sagelas.

4. SURA SEURI

Sura-seuri gé matak ngabatalkeun puasa, lamun sura-seurina sanggeus nginum Coca cola, tuluy ngaleguk Sprite atawa Fanta.

5. NGALAMUN

Ngalamun bisa ngabatalkeun puasa, lamun ngalamuna dibarengan ku ngebul haseup rokok tina baham.

6. MAEN FACEBOOK atawa BBM

Maen Facebook atawa BBM an ogé matak ngabatalkeun puasa, lamun gigireun aya cikopi jeung goréng pisang haneut kénéh ditambah sabungkus Rokok, tuluy diopi.

7. HITUT

Hitut sanggeus ngadahar kulub hui bisa dikatagorikeun ngabatal keun puasa, hitutna waé bisa ngabatalkeun Wudlu, komo ngadahar kulub hui pasti batal puasana.

Rumahku Madrasahku

RUMAHKU, MADRASAHKU
(Sari Kajian Keluarga, bersama Ustadz Salim A. Fillah)

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Saya ikut tercengang, waktu ustadz menyampaikan hasil survei kecil-kecilan yang beliau lakukan pada keluarga aktivis di Yogyakarta tahun 2005 lalu. Salah satu hal yang beliau survei adalah para anak-anak dari keluarga aktivis tersebut. Dan hasilnya, 30% dari seluruh sampel menyatakan harapannya, kelak jika sudah dewasa mereka tidak ingin mengikuti jejak orangtuanya (menjadi aktivis dakwah).

Melihat hasil survei yang begitu “menyakitkan” tersebut, ustadz pun memfollow-up dan melakukan kontak intensif dengan narasumber. Fenomena apakah ini?

Dan ternyata, anak-anak para aktivis ini menganggap bahwa dakwah telah merebut sebagian besar waktu kedua orang tuanya. Dakwah sudah merebut bahkan hampir seluruh perhatian orang tuanya.

Mendapat jawaban yang demikian, ustadz pun mengkroscekkan hasil tersebut pada para orang tua. Dan memang, ternyata “ada yang salah”. Salahnya bukan pada dakwahnya, melainkan ada pada cara orang tua memposisikan diri di tengah-tengah keluarganya, sehingga menimbulkan persepsi yang salah dalam diri anak-anak.

Salah satu contoh kecil saja, tentang kepulangan. Bagi anak-anak, saat-saat yang paling dinantikan adalah berada di pelukan kedua orang tuanya. Namun, masih banyak di antara kita yang ternyata semangat luar biasa saat mau aktivitas ke luar, namun lesu saat pulang ke rumah. Bahkan sekadar menyambut pelukan anak-anak yang antusias menunggu bapak atau ibunya pulang saja, mereka enggan. Apatah lagi saat diajak main, apatah lagi saat diminta gendong dan seterusnya.

“Abaaaaah!!” teriak seorang balita begitu tahu abahnya pulang dan berjalan memasuki rumah.

Tapi, alangkah mirisnya. Jawaban yang diperoleh si anak justru, “Nak, abah capek. Abah tadi habis ngisi kajian ini-itu, sekarang mau istirahat. Tolong main sendiri dulu ya.”

Dan si anak akhirnya kembali masuk rumah dengan lesu dan penuh kekecewaan.

Dan itu terjadi tidak hanya sekali, melainkan berkali-kali. Bahkan mungkin setiap hari.

Poin pertama: kepulangan.

Pulang, seyogyanya menjadi momen paling indah dalam rangkaian kegiatan harian kita. Tidak hanya bagi para ayah atau ibu yang beraktivitas di luar rumah. Namun juga bagi anggota keluarga yang lain, yang berada di rumah, menunggu. Bukankah kita pun mengharapkan kepulangan yang indah berjumpa dengan Rabb kita? Kenapa dengan anugerah-Nya, nikmat berupa keluarga, kita tidak mengupayakan kepulangan terbaik?

Rasulullah saw sudah mencontohkan. Bagaimana beliau sibuk aktivitas di luar rumah, namun dalam kondisi terbaik saat pulang ke rumah. Pun saat pasukan Muslim hendak memasuki kota Madinah setelah berperang, beliau menyuruh pasukan tersebut bermalam dulu dan merapikan badannya. Sebab, kondisi badan terbaik itu hak Allah dan hak keluarga.

Saat pulang pun, Rasulullah langsung memeluk istri dan anak/cucunya. Bahkan juga tak jarang langsung bermain-main dengan Hasan dan Husain, cucu beliau dari Fatimah. Masya Allah!

Poin pertama: pulang. Jadikan kepulangan sebagai momen terbaik bagi seluruh anggota keluarga. Bagi para suami, jangan lupa berikan senyum terbaik saat memasuki rumah. Bagi para istri, sambut kepulangan suami dengan kondisi terbaik. Jangan sampai justru sebaliknya, saat hendak pergi dengan kondisi terbaik, dan saat pulang lesu tak bersemangat. Na’udzubillah.

Selain masalah kepulangan, hal selanjutnya yang menjadi sorotan yaitu persepsi anak tentang ajaran agama. Pernah suatu ketika ada yang datang dan berkonsultasi dengan Ustadz Salim. “Ustadz, anak saya usianya sudah 10 tahun lebih kok susah banget ya disuruh sholat?” tanya seorang ibu.

Usut punya usut, si ibu sudah mulai mengajarkan sholat bahkan sejak usia 2 tahun. Namun bukan itu yang menjadi pokok permasalahan. Pengenalan ibadah (khususnya sholat) menjadi hal yang begitu menyeramkan. Betapa ibu ini langsung berubah menjadi monster di saat sholat. Saat anak menaiki punggungnya, menarik-narik mukenanya, berisik di kanan kirinya, itulah momen yang membuat si ibu naik darah. Anak yang belum paham apa-apa itu dimarahinya, bahkan tak jarang dicubitnya.

Rasulullah saw bersabda, “Ajarkan anak sholat di usia 7 tahun, pukul ia (jika melawan) saat usia 10 tahun, dan pisahkan tempat tidurnya.”

Hal yang perlu kita renungkan. Mengapa Allah dan Rasulullah memberikan batasan pengajaran sholat MULAI umur 7 tahun? Kenapa tidak 3 tahun, atau bahkan 2 tahun? Kenapa lama sekali harus menunggu 7 tahun?

Ternyata, jawabannya ada di surat Lukman. Allah mengabadikan nama Lukman Al-Hakim dalam Al-Qur’an karena bijaknya beliau mendidik anak. Dalam surat Lukman ayat 12-17, kita bisa sarikan tentang tahap-tahap mendidik anak, yakni:
1. Menanamkan kesyukuran
2. Menanamkan tauhid (tidak menyekutukan Allah)
3. Menanamkan muraqabatullah (rasa dekat dengan Allah)
4. Mendirikan sholat

Hal yang menarik. Kenapa mendirikan sholat ada di urutan terakhir pada tahapan di atas? Tidak lain karena tugas berat kita, bahkan yang telah diterapkan oleh generasi awal Islam, adalah mengajarkan 3 hal ke anak. Yakni rasa syukur, tidak menyekutukan Allah, dan muraqabatullah. Ini berat, sangat berat. Perlu waktu bertahun-tahun. Dan Allah memberi tenggang kepada kita sampai umur 7 tahun.

Pertama, menanamkan kesyukuran kepada Allah. Pengajaran syukur tidak sekadar mengajarkan anak mengucap alhamdulillah. Akan tetapi syukur yang sebenarnya syukur. Dimulai dengan penanaman konsep diri ke anak sejak bayi. Bahwa kehadirannya merupakan nikmat tak ternilai dari Allah lebih dari apapun. Berada di sisinya menyejukkan kalbu. Bercanda dengannya adalah demikian menyenangkan. Bahwa seluruh anggota keluarga adalah qurrota a’yun (penyejuk mata) bagi anggota keluarga yang lain harus diupayakan. Jangan justru hal yang menyejukkan mata kita dari bangun tidur hingga tidur lagi ialah gadget. Na’udzubillah.

Kedua, menanamkan tauhid (tidak menyekutukan Allah). Mengajarkan kepada anak tentang tauhid ini sungguh hal yang luar biasa berat. Salah-salah, kita bukannya membuat anak mengesakan Allah, namun justru malah menjadikan anak takut kepada “marahnya kita waktu mengajarkan tauhid”. Atau juga terjadi, saking semangatnya kita mengaitkan Allah dalam keseharian anak kita, namun tidak pada tempatnya.

Sebagai contoh, saat anak “mengganggu” orang sholat, kita langsung meradang, sambil bilang, “Nak, nggak boleh begitu, Allah nggak suka.” Atau saat anak berisik di pengajian, kita menegurnya pula dengan bilang, “Nak, Allah nggak suka itu. Jangan berisik ya.”

Niat kita bagus, menegur anak dan mengaitkan Allah pada segala hal yang “buruk”. Namun dampaknya justru seringkali tertanam dalam diri anak, bahwa Allah itu Maha Tidak Suka. Padahal sebenarnya, kitalah yang tidak suka dengan perbuatan anak kita tersebut. Alih-alih mengajarkan tauhid, kita malah melenceng tanpa sadar dari ketauhidan itu sendiri (dikarenakan menyandarkan sesuatu yang Allah larang tidak pada tempatnya, tidak ada dalil pastinya).

Dan, terkait kondisi si ibu tadi, bahwa setiap anaknya “mengganggunya” sholat, ia marah, meradang, bahkan mencubit, itu juga tidak dianjurkan. Tanpa sadar, kita justru sedang mengajarkan bahwa ibadah itu menyebalkan, mengganggu masa-masa bermain anak. Padahal, teladan terbaik kita, Rasulullah saw sangat lembutnya pada anak-anak. Hatta saat beliau sedang sholat. Ingatlah, bagaimana beliau mengimami sholat sambil menggendong Umamah, anaknya Zainab binti Muhammad. Ingatlah, bagaimana beliau melamakan sujudnya karena punggungnya ditunggangi Hasan bin Ali. Untuk urusan pengajaran ibadah, beliau saw sangatlah lembut. Sebaliknya, untuk urusan makanan yang masuk ke perut, beliau tegas. Harus yakin halal-haramnya dulu.

Fenomena yang terjadi justru terbalik. Kita sangat tegas, bahkan cenderung menakut-nakuti, saat mengajarkan ibadah pada anak, namun melunak dalam soal makanan. Jajan misalnya. Itu terbalik ya ibu-ibu, bapak-bapak…!

Ketiga, muraqabatullah atau kedekatan kepada Allah. Amalan kita, sekecil apapun, seberat zarrah (biji sawi) sekalipun, akan dihisab di hadapan Allah. Pun perbuatan buruk kita, sekecil apapun, juga tak luput dari perhitungan-Nya. Ini juga sangat penting kita ajarkan kepada anak. Ialah menjalin kedekatan dengan Allah.

Dan yang keempat, barulah aqimissholah, mendirikan sholat. Puncak dari rasa syukur, mengesakan Allah, dan muraqabatullah, tidak lain dan tidak bukan ialah ringannya kita beribadah kepada Allah. Oleh karenanya, Allah memberi tenggang waktu kita, tujuh tahun, untuk mengajarkan 3 hal tersebut sebelum pada waktunya diajari sholat.

Ini PR kita bersama. Jangan sampai kita terlalu bersemangat mengajarkan anak-anak sholat, namun lalai mengajarkan rasa syukur, tauhid, dan muraqabatullah. Jangan sampai kita hanya terfokus pada gerakan dan bacaan sholat anak, namun abai terhadap 3 poin tersebut. Dan selanjutnya, pada masa anak mulai diajarkan sholat di usia 7 tahun, dan lebih tegas lagi di usia 10 tahun. Boleh dipukul jika anak lalai di usia itu. Namun tetap, pukulan yang tidak menyakiti.

Adapun setelah anak diajari sholat, ajarkan pula konsekuensi sholat. Bahwa sholat itu (hendaknya) mencegah kita dari perbuatan keji dan munkar. Wallahu a’lam bish showwab.

***
Catatan:
Artikel di atas ini adalah sedikit di antara sekian banyak hikmah yang saya dapatkan dari kajian keluarga bersama Ustadz Salim A. Fillah dalam sepemahaman saya. Jadi mungkin akan ada sedikit perbedaan persepsi antara saya dengan para peserta kajian yang lain.

Sumber: FB Yannah Akhras

Latest Post

Bridesmaid: Ekspektasi vs. Realita, Mengapa Terkadang Tidak Sesuai?

Bridesmaid: Ekspektasi vs. Realita, Mengapa Terkadang Tidak Sesuai? Pernikahan adalah momen paling berharga dalam kehidupan,  Tetapi terkada...