July 2, 2013

Jangan Lupa Membayar Utang Puasa - Ruang Ukhuwah

from babarusyda.blogspot.com
Adakah di antara sobat blogger yang masih mempunyai utang puasa? Kalau ada, buruan dibayar ya. Mumpung masih Sya’ban. Bukankah tidak lama lagi Ramadhan yang baru akan tiba?



Pesan ini pula yang kemarin saya sampaikan ke istri. “Masih berapa utangnya, Sayang?” tanyaku.
“Masih 8 hari, Ba,” jawabnya.
“Buruan dilunasi semua bulan ini ya. Jangan sampai ketabrak Ramadhan baru,” ujarku.
“Iya, Ba, insya Allah bulan ini lunas semua,” sahutnya.
Pada Ramadhan kemarin, istri saya memang tidak berpuasa selama sebulan penuh. Bukan karena malas atau ogah berpuasa, melainkan karena dia sedang dalam masa nifas setelah melahirkan anak kedua kami, Anneswa Mahdeatul Haqq. Nah, karena itulah sebelum Ramadhan 1433 H datang, dia harus melunasi utang puasanya itu.
~*~
Sobat blogger, dari pesan saya kepada istri tentang membayar utang puasa, ada beberapa hal yang bisa kita kaji di sini. Di antaranya adalah sebagai berikut.

1.    Apa hukum meng-qadha’ (membayar utang) puasa?
Qadha’ adalah mekanisme syari’at untuk melaksanakan suatu ibadah yang karena suatu hal  tidak dapat dilaksanakan pada waktunya. Setiap ibadah wajib yang tidak tertunaikan pada waktunya maka wajib pula qadha’nya, termasuk di dalamnya adalah puasa Ramadhan.
Firman Allah swt:
(( ูَู…َู†ْ ุดَู‡ِุฏَ ู…ِู†ْูƒُู…ُ ุงู„ุดَّู‡ْุฑَ ูَู„ْูŠَุตُู…ْู‡ُ , ูˆَู…َู†ْ ูƒَุงู†َ ู…َุฑِูŠْุถًุง ุฃَูˆْ ุนَู„ู‰ ุณَูَุฑٍ ูَุนِุฏَّุฉٍ ู…ِู†ْ ุฃَูŠَّุงู…ٍ ุฃُุฎَุฑَ ))
“Barangsiapa diantara kalian yang mendapati bulan (Ramadhan) maka hendaklah ia berpuasa, dan barangsiapa yang sakit atau berpergian (lalu ia tidak berpuasa) maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya pada hari yang lain.”(Q.S. Al Baqarah [2]: 185)
Dalam konteks puasa Ramadhan, kewajiban membayar utang puasa (qadha’) hanya berlaku bagi mereka yang masih memiliki kemampuan dan kesempatan untuk melaksanakan qadha’nya.

2.    Kapan waktu pembayaran utang puasa Ramadhan?
Waktu pembayaran utang (qadha’) puasa Ramadhan terbentang luas selama 11 bulan, terhitung mulai Syawal hingga Sya’ban, sebelum masuk bulan Ramadan berikutnya. Jadi, kita boleh membayar utang puasa kapan saja dari 11 bulan tersebut. Sangat luas waktunya, kan? Tapi keluasan waktu ini hanya berlaku bagi kita yang meninggalkan puasa karena ada udzur syar’i (alasan yang dibenarkan oleh syari’at), semisal haid, nifas, sakit, musafir, dan sebagainya. Walaupun waktu qadha’ puasa sangat luas, namun kita tetap disunnahkan agar bersegera membayarnya agar segera pula kita terbebas dari utang-utang tersebut. Bukankah lebih cepat lebih baik?

Tentang hal ini, Aisyah (istri Rasulullah) pernah berkata:
ูƒَุงู†َ ูŠَูƒُูˆْู†ُ ุนَู„َูŠَّ ุงู„ุตَّูˆْู…ُ ู…ِู†ْ ุฑَู…َุถَุงู†َ ูَู…َุง ุฃَุณْุชَุทِูŠْุนُ ุฃَู†ْ ุฃَู‚ْุถِูŠَู‡ُ ุฅِู„ุงَّ ูِูŠ ุดَุนْุจَุงู†َ .
“Dahulu aku memiliki tanggungan/hutang puasa Ramadhan, dan tidaklah aku bisa mengqadha’nya (karena ada halangan sehingga tertunda) kecuali setelah sampai bulan Sya’ban.” (H.R. Al-Bukhari)
Perlu ditegaskan kembali bahwa keluasan waktu meng-qadha’ puasa ini hanya berlaku bagi mereka yang meninggalkan puasa karena ada udzur syar’i. Namun bagi mereka yang meninggalkan puasa tanpa ada alasan yang bisa diterima oleh syari’at (tanpa ada udzur syar’i), semisal karena malas, maka mereka wajib meng-qadha’nya sesegera mungkin (mubadarah) hingga tertunaikan semua utang puasanya.
Tentunya qadha’ puasa tidak boleh dilakukan pada hari-hari terlarang, yakni pada dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) dan pada tiga hari tasyrik (tanggal 11, 12, 13, Dzulhijjah).

3.    Apakah qadha’ puasa harus dilakukan secara berkelanjutan?
Qadha’ puasa boleh dilaksanakan secara berkelanjutan atau berurut-turut, dan boleh pula dilaksanakan secara terpisah-pisah. Jadi, pembayaran utang puasa tidak wajib dibayar secara berurut-urut. Dalam konteks istri saya, dia memilih membayar utang puasanya dengan cara yang kedua, yakni terpisah-pisah/tidak berurutan. Kadang berpuasa, kadang tidak.

4.    Bagaimana hukum menunda membayar utang puasa sampai Ramadhan yang baru tiba?
Kita sudah tahu kan bahwa waktu pembayaran utang puasa sangat luas, tetapi anehnya masih saja ada yang menyepelekannya/tidak mengindahkannya sehingga kesempatan yang panjang itu disia-siakan begitu saja. Menanggapi hal ini, para ulama bersepakat bahwa orang semacam ini benar-benar keterlaluan dan dihukumi berdosa karena dia menggampangkan/meremehkan (tasahul) terhadap hukum Allah swt. Kewajiban yang harus ditunaikannya adalah:
-      Beristighfar dan bertaubat atas kelalaiannya menunda-nunda pembayaran utang puasa.
-      Meng-qadha’ puasanya setelah Ramadhan.
-      Membayar fidyah sebagai sanksi atas sikap tasahul-nya, yakni berupa penyerahan bahan makanan pokok sebanyak 1 mud (satuan tradisional Arab, kira-kira sama dengan 6 ons dalam satuan metrik) kepada fakir-miskin sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkannya.
Ini menurut pendapat mayoritas ulama dari kalangan Syafi’iyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Sementara menurut ulama-ulama Hanafiyah, membayar fidyah karena tasahul menunda qadha’ puasa tidaklah wajib.

Tentu masih banyak lagi poin lain yang bisa kita kaji, Sobat. Namun, karena keterbatasan waktu (maklum ngetiknya di sela-sela istirahat makan siang. Hehe…), 4 poin itu dulu yang bisa saya kupas di sini. Semoga pada kesempatan yang lain saya bisa memposting poin-poin berikutnya.

Wallau a’lam

1 comment:

Latest Post

Bridesmaid: Ekspektasi vs. Realita, Mengapa Terkadang Tidak Sesuai?

Bridesmaid: Ekspektasi vs. Realita, Mengapa Terkadang Tidak Sesuai? Pernikahan adalah momen paling berharga dalam kehidupan,  Tetapi terkada...