July 17, 2020

Procrastination adalah tentang emosi, bukan tentang produktivitas

Designed by Freepik
Penundaan pekerjaan (procrastination) adalah tentang emosi, bukan tentang produktivitas
- nytimes.com

Ahjumma terjemahkan secara bebas dari Wikipedia
"Procrastination atau penundaan pekerjaan adalah menghindari melakukan pekerjaan yang memerlukan penyelesaian dalam tenggat waktu tertentu. Bisa diartikan lebih jauh sebagai kebiasaan atau penundaan yang disengaja dalam memulai atau menyelesaikan pekerjaan meskipun diketahui adanya konsekuensi negatif. Sudah menjadi hal umum menunda tugas harian atau tugas penting seperti menghadiri pertemuan, mengajukan laporan pekerjaan, atau tugas akademik, atau membahas masalah memusingkan dengan rekanan. Meskipun dianggap sebagai hal negatif dikarenakan efek terganggunya produktivitas, diasosiasikan dengan depresi, kepercayaan diri yang rendah, rasa bersalah atau ketidakpatutan, hal ini bisa juga dianggap sebagai respon yang bijak terhadap permintaan tertentu yang dapat mengakibatkan hasil berresiko atau hasil yang negatif, atau juga saat membutuhkan waktu tunggu untuk mendapatkan informasi terbaru."

Dalam tulisan ini, Ahjumma istilahkan procrastination sebagai penundaan

Ajumma sadur dari nytimes.com :

Penundaan bukanlah tentang kemalasan. Apabila diartikan secara etymology, dari kata kerja bahasa latin : procrastinare – menunda sampai besok. Tetapi lebih dari sekedar menunda dengan kesengajaan. Adalagi menuru bahasa yunani : akrasia – melakukan sesuatu yang tidak bijaksana. 

Menurut Dr. Fuschia Siroir, seorang profesor psikologi di Universitas Sheffield, “ penundaan itu pada dasarnya tidak rasional. Tidak masuk akal melakukan sesuatu yang sudah jelas memiliki konsekuensi negatif.”

Penundaan bukanlah cacat karakter yang khusus atau kutukan misterius yang menyebabkan ketidakmampuan kita untuk mengatur waktu, tetapi adalah suatu cara untuk berurusan dengan emosi  dan mood negatif yang terjadi akibat pekerjaan tertentu. Emosi tersebut diantaranya, kebosanan, kegelisahan, ketidaknyamanan, frustasi, kebencian, keragu-raguan dan sebagainya. 

Penundaan adalah masalah pengaturan emosi, bukan masalah pengaturan waktu” menurut Dr. Tim Pychyl, professor of psychology and member of the Procrastination Research Group at Carleton University in Ottawa.

Dalam penelitian tahun 2013, Dr. Pychyl dan Dr. Sirois menemukan bahwa penundaan dapat difahami sebagai mengutamakan perbaikan mood jangka pendek, daripada penyelesaian dalam jangka panjang” sederhananya, penundaan lebih fokus pada kepentingan jangka pendek dalam mengelola mood negatif, daripada menyelesaikan pekerjaannya. 

Kecenderungan penundaan tersebut tergantung pada jenis pekerjaannya. Bisa berupa sesuatu yang memang tidak menyenangkan secara umum – misalnya membersihkan kamar mandi yang kotor, atau merapikan berkas untuk atasan anda. Hal ini mungkin, atau bisa berupa sesuatu yang menimbulkan rasa keragu-raguan, gak pede, kegelisahan atau ketidaknyamanan. Saat melihat kertas kosong, mungkin anda berfikir, aku gak cukup pintar, kalaupun pintar, apa pendapat orang? Gimana kalo hasilnya jelek? 
Semua ini bisa membuat kita berfikir untuk menyingkirkan kertas itu, dan tiba-tiba ingin membersihkan tempat bumbu dapur. 

Tentu saja, hal ini akan memperkuat asosiasi negatif kita terhadap pekerjaan itu. Dan perasaan negatif itu akan tetap ada, bahkan semakin membuat stress dan gelisah, gak pede, dan menyalahkan diri sendiri. 
Bahkan, ada penelitian mengenai fikiran-fikiran yang muncul setelah penundaan pekerjaan yang dikenal sebagai “procrastinatory congnitions” dimana satu penundaan akan memicu penundaan berikutnya. Menurut Dr. Sirois.

Rasa lega sementara yang kita rasakan setelah penundaan adalah lingkaran setan. pertama kali ditunda, terasa melegakan. Dan karena melegakan, sudah pasti akan diulangi lagi. Itulah kenapa menjadi sebuah siklus menuju kebiasaan yang kronis. 

Seiring waktu, kebiasaan penundaan kronis tidak hanya merugikan secara produktivitas, tetapi destruktif bagi kesehatan mental dan fisik

Apa penyebab utama menunda-nunda pekerjaan ?

Perlu kita sadari bahwa inti dari penundaan adalah tentang emosi, bukan tentang produktivitas. Solusinya bukanlah mendownload aplikasi manajemen, atau mempelajari strategi pengendalian diri. Tapi lebih kepada pengaturan emosi. 

“Otak kita selalu mencari kenikmatan. Jika kita masih menunda-nunda, artinya belum ditemukan kenikmatan yang lebih baik. Otak akan terus mencari lagi dan lagi, hingga menemukan sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan. Untuk membiasakan sesuatu, kita harus memberikan otak kita kenikmatan yang lebih besar dan lebih baik. (Bigger Better Offer – BBO)” menurut psychiatrist and neuroscientist Dr. Judson Brewer, Director of Research and Innovation at Brown University’s Mindfulness Center

Lanjut ke beberapa cara mengatasi penundaan yaitu : 
1. Memaafkan diri sendiri karena telah melakukan penundaan. Untuk kemudian tidak mengulanginya lagi.
2. Menyayangi diri sendiri yang akan meningkatkan motivasi dan pengembangan diri. Sehingga lebih mudah menghadapi tantangan dengan ikhlas daripada terlalu banyak mikir dan menyesal. 
3. Membayangkan hasilnya pada saat tidak melakukan penundaan. Misalnya mendapat pujian dari boss atau rekan kerja.
4. Menanamkan keingintahuan saat anda ingin menunda-nunda pekerjaan, apa yang anda rasakan saat ingin menunda-nunda pekerjaan. 
5. Jangan menunggu datangnya motivasi. Karena “Motivasi akan mengikuti aksi. Mulai saja, maka motivasi anda akan muncul." Kata Dr. Pychyl.
6. Jangan akomodir keinginan untuk menunda-nunda pekerjaan. 
Misalnya saat sosial media menjadi penyebab kamu menunda pekerjaan, hapus saja aplikasinya, atau buat passwordnya se-rumit mungkin. Ungkap Gretchen Rubin dalam buku “Better Than Before: What I Learned About Making and Breaking Habits”



No comments:

Post a Comment

Latest Post

Bridesmaid: Ekspektasi vs. Realita, Mengapa Terkadang Tidak Sesuai?

Bridesmaid: Ekspektasi vs. Realita, Mengapa Terkadang Tidak Sesuai? Pernikahan adalah momen paling berharga dalam kehidupan,  Tetapi terkada...