June 19, 2013

Seputar ISPA : Fakta dan Mitos Tuberkulosis :: klinikdokterparu.com ::

Klinikdokterparu.com :: Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia dengan tingkat kematian 1,4 juta jiwa pada tahun 2010 menurut temuan World Health Organization (WHO). Kematian akibat TB sebanyak 95% terjadi di negara-negara miskin dan berkembang dan merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada usia 15 – 44 tahun terutama kaum perempuan.(1) Kasus TB di Indonesia merupakan terbesar keempat di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan sebelum Pakistan dengan angka 690.000 jiwa atau sekitar lebih dari ¼ penduduk Indonesia adalah penderita TB.(2, 3)

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi (menular) dan dapat diobati dengan antibiotik khusus seperti rifampisin dan isoniazid sehingga dapat disembuhkan. Perkembangan pengobatan TB yang telah berlangsung selama puluhan tahun berhasil menurunkan tingkat kematian, terbukti dengan data WHO yang menunjukkan tingkat kematian seluruh dunia menurun sebesar 40% antara tahun 1990 – 2010. (1) Tingkat kesembuhan penyakit TB di Indonesia dalam 10 tahun terakhir menurut WHO menunjukkan angka hampir 100%, baik pada kasus TB dengan dahak positif, dahak negatif maupun kasus kambuh.(2) Mitos-mitos yang berkembang di masyarakat Indonesia mengenai penyakit TB merupakan kekayaan pengetahuan tersendiri yang sedikit banyak mempengaruhi pemahaman masyarakat mengenai TB. Pengetahuan mengenai penyakit TB diharapkan dapat menjadi faktor yang selaras dengan upaya dunia untuk memberantas TB.(1, 4) Artikel ini bertujuan untuk meluruskan dan mengkonfirmasi fakta dan mitos yang beredar di masyarakat seputar penyakit TB dalam rangka pemberantasan TB secara menyeluruh di Indonesia.

Penyakit TB merupakan penyakit keturunan

Penyakit TB bukan merupakan penyakit keturunan. Anggapan ini ditelusuri sudah ada sejak zaman Romawi kuno. Galen, seorang ilmuwan Romawi kuno berkebangsaan Yunani, menyatakan bahwa penyakit TB, yang dahulu dikenal sebagai pthisis, merupakan penyakit keturunan karena ditemukan kasus pthisis dari individu sekandung. Postulat ini gugur karena ternyata kondisi tempat tinggal dahulu dikenal tidak higienis dan sempit. Ditambah lagi terjadi migrasi dan ledakan jumlah penduduk yang menyebabkan peningkatan kejadian pthisis. Urbanisasi ke daerah Mediterania dari ras-ras Eropa ditandai dengan wabah pthisis yang terjadi pada abad ke-6 hingga ke-7 juga menunjukkan bahwa pthisis bukan penyakit keturunan. Seiring berjalannya waktu, penelitian-penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa pthisis, atau TB, disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis dan berhasil divisualisasi di bawah mikroskop pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.(5)

Penyakit TB merupakan penyakit “kiriman”

Penyakit TB bukan merupakan penyakit “kiriman” atau akibat guna-guna. Salah satu nama lokal kejadian TB sebagai penyakit “kiriman” adalah “kupuk” di Papua yang diceritakan oleh Manangsang dalam buku “Papua: Sebuah Fakta dan Tragedi Anak Bangsa”. Deskripsi masyarakat yang mendapat “kupuk” menurut Manangsang cocok dengan tampilan penderita TB yaitu batuk-batuk darah, kelihatan lemah, lesu, tidak bersemangat, pucat dan tulang berbalut kulit.(6)

Gejala TB biasanya batuk-batuk tanpa sebab yang jelas selama 3 minggu kadang disertai dahak maupun darah, penurunan selera makan, penurunan berat badan dan badan berkeringat.(7) Keadaan umum pasien TB biasanya kelihatan lemah, lesu, tidak bersemangat dan pucat yang oleh dunia kedokteran dari zaman dulu dikenal sebagai consumption (penggerogotan). Sebutan penggerogotan karena keadaan tersebut disertai penurunan berat badan drastis sehingga pasien TB terlihat bagaikan tulang berbalut kulit.(5) Penyakit TB tidak harus identik dengan batuk-batuk lama karena keluhan penderita TB bisa saja hanya berupa penurunan berat badan drastis terutama pada anak-anak.(8)

Fenomena penggerogotan ini telah diteliti secara intensif dan kini lebih umum disebut sebagai wasting. Infeksi TB mengakibatkan kebutuhan energi tubuh meningkat, sementara itu penderita TB cenderung hilang nafsu makan yang mengakibatkan kekurangan asupan energi. Ketidak seimbangan energi ini menyebabkan massa otot dan lemak terus menurun (wasting) sehingga terjadi penurunan berat badan bahkan dalam hitungan mingguan.(9) Fenomena wasting paling menjelaskan tampilan penderita TB yang demikian lemah dan tak berdaya sehingga dapat menjelaskan bahwa TB bukan penyakit “kiriman” atau guna-guna.

Penyakit TB merupakan senjata biologis buatan manusia

Penyakit TB bukan merupakan akibat kuman buatan manusia sebagai senjata biologis. Bukti penyakit TB sudah ada jauh sebelum persenjataan biologis modern adalah temuan gibus (tulang belakang bengkok) pada jasad manusia berusia 10.000 tahun yang diduga mengalami TB tulang. Temuan kuman TB sendiri paling tua ditemukan berdasarkan pemeriksaan basil tahan asam (BTA), suatu pemeriksaan rutin untuk diagnosis TB, terhadap gibus pada mumi suku Inca di Amerika Selatan berusia 2700 tahun.(5)

Tetapi dewasa ini dunia terancam oleh keberadaan kuman TB yang kebal obat (multi-drug & extensively-drug resistant tuberculosis/MDR- & XDR-TB). Hal ini terjadi akibat penanganan kasus TB yang tidak sesuai di masa lalu seperti pemberian obat tidak tepat, kepatuhan pasien untuk berobat sangat rendah sehingga pengobatan terputus sebelum dinyatakan sembuh dan kebijakan penanganan TB yang tidak baik di suatu daerah.(10) Galur kuman TB kebal obat ini dapat saja dijadikan senjata biologis sehingga dapat mengancam kehidupan manusia di masa mendatang. Upaya pemberantasan TB sedikit banyak membuahkan hasil karena menurut WHO kejadian MDR- dan XDR-TB tahun 2010 dilaporkan cenderung menetap atau menurun seiring berjalannya waktu walaupun masih dilaporkan dari 37 negara saja.(11)

Upaya pencegahan terjadi MDR- dan XDR-TB lebih lanjut adalah mematuhi aturan pengobatan TB dengan tetap mengupayakan komunikasi efektif kepada pelayan kesehatan seperti melaporkan efek samping obat agar penderita TB tidak menghentikan sendiri pengobatan yang sedang berjalan. Pelayanan kesehatan juga bertanggung jawab untuk mengawasi respons, efek samping serta kendala pengobatan TB yang sedang berjalan. Bagi penderita MDR- dan XDR-TB harus mengetahui penyakitnya berpeluang menularkan kepada orang lain sehingga perlu menghindari tempat umum dan memakai pelindung diri seperti masker.(12)

Penyakit TB ditularkan melalui sentuhan langsung, berhubungan seksual, kontak dengan pakaian, handuk dan alat makan

Penyakit TB tidak ditularkan melalui pakaian, handuk dan alat makan yang dipakai bersama. Anggapan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga terjadi di Filipina, Kenya, Malaysia, Peru, Vietnam dan Zambia.(4, 13, 14) Anggapan ini juga berkembang di antara para pelayan kesehatan sehingga terjadi kebijakan pengendalian penularan penyakit yang cenderung merugikan penderita TB secara sosial seperti diisolasi serta dikucilkan.(4) Penyakit TB menular melalui perantara udara akibat kuman yang dibatukkan dari mulut penderita TB. Air ludah, bersentuhan serta berhubungan seksual tidak menyebabkan penularan TB. Pencegahan penularan TB adalah dengan menutup mulut ketika batuk dan menjaga daya tahan tubuh bagi orang sehat yang berada satu lingkungan dekat dengan penderita TB.

Asap rokok dapat menyebabkan TB

Temuan yang dikumpulkan oleh International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) menunjukkan bahwa pajanan asap rokok berhubungan dengan penularan TB, terutama pajanan asap sekunder atau secondhand smoke (asap yang dikeluarkan dari mulut perokok). Korban utama dari temuan ini adalah anak-anak dan usia muda. Kematian anak-anak akibat TB pada 1 dari 5 orang terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok orangtua di dekat anaknya. Kematian dan kekambuhan TB berhubungan dengan jumlah serta lama merokok pada penderita TB sehingga program berhenti merokok perlu ditekankan pada penderita TB.(15)

Penyakit TB hanya diderita orang golongan miskin

Tingkat kejadian TB tinggi pada negara-negara berkembang dan negara-negara miskin karena berhubungan dengan tingkat kemampuan laksana suatu negara untuk menangani TB seperti menyediakan layanan kesehatan untuk menangani TB dan tingkat sosioekonomi penduduknya.(16, 17) Golongan miskin lebih rentan terkena infeksi TB karena berhubungan dengan tingkat kecukupan gizi, kualitas tempat tinggal yang kumuh dan kurang higienis dibanding golongan kaya.(9, 17) Namun demikian secara kasus per kasus, penyakit TB dapat menyerang golongan kaya maupun miskin.

Sering terkena angin malam dapat menyebabkan TB

Udara malam tidak secara khusus berhubungan dengan kejadian penyakit TB. Polusi udara secara umum dapat mengganggu fungsi paru dan meningkatkan risiko kejadian infeksi paru.(18) Demikian pula faktor gaya hidup dan lingkungan yang berisiko meningkatkan kejadian infeksi TB seperti kebiasaan merokok dan lingkungan kurang higienis.(15, 17)

Orang yang pernah terinfeksi TB berisiko terkena kanker paru

Paru yang terkena penyakit TB dapat sembuh sempurna, sembuh dengan meninggalkan bekas luka (fibrosis dan kalsifikasi) maupun menjadi proses kronik. Paru yang mengalami kelainan anatomis seperti bekas luka dapat meningkatkan risiko terjadi kanker paru hingga 11 kali lipat dibandingkan orang yang tidak pernah mengalami TB.(19, 20)

Penyakit TB bisa diobati dengan pemberian susu formula khusus

Penyakit TB adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan peluang sembuh hanya bisa diperoleh dengan antibiotik yang telah teruji secara klinis, minimal oleh rifampisin dan isoniazid, dengan standar yang berlaku seperti International Standards for Tuberculosis Care (ISTC). Senyawa-senyawa lain seperti herbal, vitamin dan produk susu dengan merk tertentu hanya bersifat sebagai suplemen (tambahan) dan tidak bisa dijadikan sebagai obat penyembuh utama. Penelitian mengenai manfaat suplemen (zat besi, mangan, seng, vitamin A, vitamin D, asam lemak omega-3 dan omega-6) terhadap kesembuhan TB masih sangat terbatas dan hasilnya masih bervariasi karena berbagai keterbatasan selama penelitian seperti jumlah sampel penelitian kurang, komposisi suplemen yang tidak sama dan jenis individu yang diamati tidak seragam.(9) Penelitian mengenai manfaat susu belum ditemukan selain manfaat susu unta yang diduga memiliki berbagai senyawa protein pembangun yang bermanfaat membantu kesembuhan penderita TB yang sedang diobati.(21)

Kesimpulan

Fakta dan mitos seputar TB merupakan kekayaan pengetahuan dan berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat umum mengenai penyakit TB. Anggapan-anggapan yang tidak benar seperti asal muasal, cara penularan, gaya hidup dan faktor lingkungan penyakit TB dapat bersifat menyesatkan dan berdampak kepada penanganan TB yang tidak komprehensif dan holistik. Situasi ini harus dihadapi dengan meluruskan anggapan-anggapan yang ada dengan cara peningkatan ilmu pengetahuan dari segi penderita, keluarga, masyarakat dan pelayan kesehatan secara umum dalam rangka pemberantasan TB di dunia.

No comments:

Post a Comment

Latest Post

Bridesmaid: Ekspektasi vs. Realita, Mengapa Terkadang Tidak Sesuai?

Bridesmaid: Ekspektasi vs. Realita, Mengapa Terkadang Tidak Sesuai? Pernikahan adalah momen paling berharga dalam kehidupan,  Tetapi terkada...